Slorazki Hia

di usiaku yang 5 bulan 6 hari aku berhasil tengkurap sendiri tanpa bantuan mama & papa. Karena berhasil aku pun dengan bangganya menunjukkan senyum bahagiaku kepada dunia...ya kepada siapa saja yang melihat aku lewat foto ini...horeee aku sudah bisa tengkurap...!!!
Lanjutkan .....

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KOGNITIF

KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN KOGNITIF
ANAK USIA 1 – 3 TAHUN


Oleh : Melly Latifah

Department of Family & Consumer Sciences
Faculty of Human Ecology
Bogor Agriculture University


A. Perkembangan Kognitif Anak Usia 1 – 2 Tahun (12 – 24 bulan)


Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang dewasa. Pada usia 2 tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari berat otak orang dewasa (sekitar 1200 gram). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia ini, masa perkembangan otak sangat pesat. Pertumbuhan ini memberikan implikasi terhadap kecerdasan anak.


Pada usia 1 – 2 tahun, anak memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Pada usia ini, anak mengembangkan rasa keingintahuannya melalui beberapa hal berikut ini :


1. Belajar melalui pengamatan/ mengamati. Mulai usia 13 bulan, anak sudah mulai mengamati hal-hal di sekitarnya. Banyak “keajaiban” di sekitarnya mendorong rasa ingin tahu anak. Anak kemudian melakukan hal-hal yang sering dianggap bermain, padahal anak sedang mencari tahu apa yang akan terjadi kemudian setelah anak melakukan suatu hal sebagai pemuas rasa ingin tahunya. Pada usia 19 bulan, anak sudah dapat mengamati lingkungannya lebih detail dan menyadari hal-hal yang tidak semestinya terjadi berdasarkan pengalamannya.


2. Meniru orang tua. Anak belajar dari lingkungan sekitarnya. Sekitar usia 17 bulan, anak sudah mulai mengembangkan kemampuan mengamati menjadi meniru. Hal yang ditirunya adalah hal-hal yang umumnya dilakukan orangtua. Pada usia 19 bulan, anak sudah banyak dapat meniru perilaku orangtua.


3. Belajar konsentrasi. Pada usia 14 bulan, anak sudah mengarahkan daya pikirnya terhadap suatu benda. Hal ini dapat dilihat pada ketekunan anak dengan satu mainan atau satu situasi. Kemampuan anak untuk berkonsentrasi tergantung pada keadaan atau daya tarik berbagai hal yang ada di sekelilingnya. Kemampuan anak untuk berkonsentrasi pada usia ini adalah sekitar 10 menit.


4. Mengenal anggota badan. Pada usia sekitar 15 bulan, anak sudah dapat diajarkan untuk mengucapkan kata-kata. Anak-anak akan merasa sangat senang jika orangtua mengajarkan kata-kata yang bernamakan anggota tubuhnya sambil menunjukkan anggota tubuhnya.


5. Memahami bentuk, kedalaman, ruang dan waktu. Pada tahun kedua, anak sudah memiliki kemampuan untuk memahami berbagai hal. Melalui pengamatannya, anak menemukan adanya bentuk, tinggi atau rendah benda (kedalaman) dan membedakan kesempatan berdasarkan tempat (ruang ) dan waktu. Pemahaman ini mulai tampak pada usia 18 – 24 bulan.


6. Mulai mampu berimajinasi. Kemampuan berimajinasi atau membentuk citra abstrak berkembang mulai usia 18 bulan. Anak sudah mulai menampakkan kemampuan untuk memikirkan benda yang tidak dilihatnya.


7. Mampu berpikir antisipatif. Kemampuan ini mulai tampak pada anak usia 21 – 23 bulan. Anak tidak sekedar mengimajinasikan benda yang tidak ada di hadapannya, lebih jauh lagi dia mulai dapat mengantisipasi dampak yang akan terjadi pada hal yang dilakukannya.


8. Memahami kalimat yang terdiri dari beberapa kata. Pada usia 12 – 17 bulan, anak sudah dapat memahami kalimat yang terdiri atas rangkaian beberapa kata. Selain itu, anak juga sudah dapat mengembangkan komunikasi dengan menggunakan gerakan tubuh, tangisan dan mimik wajah. Pada usia 13 bulan, anak sudah mulai dapat mengucapkan kata-kata sederhana seperti “mama” atau “papa”. Pada usia 17 bulan, umumnya anak sudah dapat mengucapkan kata ganti diri dan merangkainya dengan beberapa kata sederhana dan mengutarakan pesan-pesan seperti: “ Adik mau susu.”


9. Cepat menangkap kata-kata baru. Pada usia 18 – 23 bulan, anak mengalami perkembangan yang pesat dalam mengucapkan kata-kata. Perbendaharaan kata anak-anak pada usia ini mencapai 50 kata. Selain itu, anak sudah mulai sadar bahwa setiap benda memiliki nama sehingga hal ini mendorongnya untuk melancarkan kemampuan bahasanya dan belajar kata-kata baru lebih cepat.


B. Perkembangan Kognitif Anak Usia 2 – 3 Tahun (24 – 36 Bulan)


Kemampuan kognitif anak usia 2 – 3 tahun semakin kompleks. Perkembangan anak usia 2 – 3 tahun ditandai dengan beberapa tahap kemampuan yang dapat dicapai anak, yaitu sebagai berikut :


1. Berpikir simbolik. Anak usia 2 tahunan memiliki kemampuan untuk menggunakan simbol berupa kata-kata, gambaran mental atau aksi yang mewakili sesuatu. Salah satu bentuk lain dari berpikir simbolik adalah fantasi, sesuatu yang dapat digunakan anak ketika bermain. Mendekati usia ketiga, kemampuan anak semakin kompleks, dimana anak sudah mulai menggunakan obyek subtitusi dari benda sesungguhnya. Misalnya anak menyusun bantal- bantal sehingga menyerupai mobil dan dianggapnya sebagai mobil balap.


2. Mengelompokkan, mengurut dan menghitung. Pada tahun ketiganya, anak sudah dapat mengelompokkan mainannya berdasarkan bentuk, misalnya membedakan kelompok mainan mobil-mobilan dengan boneka binatang. Selain mengelompokkan, anak juga mampu menyusun balok sesuai urutan besarnya dan mengetahui perbedaan antara satu dengan beberapa (kemampuan menghitung).


3. Meningkatnya kemampuan mengingat. Kemampuan mengingat anak akan meningkat pada usia 8 bulan hingga 3 tahun. Sekitar usia 2 tahun, anak dapat mengingat kembali kejadian-kejadian menyenangkan yang terjadi beberapa bulan sebelumnya. Mereka juga dapat memahami dan mengingat dua perintah sederhana yang disampaikan bersama-sama. Memasuki usia 2,5 hingga 3 tahun, anak mampu menyebutkan kembali kata-kata yang terdapat pada satu atau dua lagu pengantar tidur.


4. Berkembangnya pemahaman konsep. Ketika mencapai usia 18 bulan, anak memahami waktu untuk pertama kalinya yaitu pemahaman “sebelum” dan “sesudah”. Selanjutnya pemahaman “hari ini”. Pada usia 2,5 tahun, anak mulai memahami pengertian “besok”, disusul dengan “kemarin” dan pengertian hari-hari selama seminggu di usia 3 tahun.


5. Puncak perkembangan bicara dan bahasa. Pada usia sekitar 36 bulan, perbendaharaan kata anak dapat mencapai 1000 kata dengan 80% kata-kata tersebut dapat dipahaminya. Pada usia ini biasanya anak mulai banyak berbicara mengenai orang-orang di sekelilingnya, terutama ayah, ibu dan anggota keluarga lainnya.


Referensi :
1. Bee, Helen. 1994. Lifespan Development. HarperCollins College Publisher, New York.
2. Hurlock, E.B. 1978. Child Development. Sixth Edition. McGraw-Hill. Inc. New York.
3. Papalia, Diane E. & Olds, Sally Wendkos. 1989. Human Development. McGraw-Hill Book Company.
4. Santrock, J.W. 1997. Life Span Development. Brown Benchmark Publisher, Madison.
5. Seifert, K.L. & Hoffnung, R.J. 1987. Child and Adolescent Development. Boston : Houghton Mifflin Co.
6. Turner, Jeffrey S. & Helms, Donald. 1991. Life Span Development. Holt, Rinehart and Winston, Inc. The Dryden Press.
7. Vasta, R., Haith, M M., & Miller, SA. 1992. Child Psychologi : The Modern Science. New York : John Wiley & Sons. Inc.
Lanjutkan .....

STRATEGI KOGNITIF (COGNITIVE STRATEGIES)

By: Melly Latifah

Department of Family & Consumer Sciences
Faculty of Human Ecology
Bogor Agriculture University

Belajar merupakan aktifitas mental yang cukup penting dalam pengembangan diri seseorang. Untuk mempelajari segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, termasuk informasi tekstual, setiap individu mempunyai strategi belajar tertentu. Strategi belajar ini disebut strategi kognitif.

1. Definisi Strategi Kognitif

Strategi kognitif adalah operasi-operasi atau prosedur-prosedur mental yang bisa digunakan individu untuk mendapatkan, menahan, serta mengambil kembali berbagai pengetahuan dan kepandaian (Rigney, 1978 dalam Jonassenbagaimana seseorang belajar, mengingat, dan berfikir serta bagaimana memotivasi diri mereka sendiri (Weinstein dan mayer, 1985 dalam Jonassen (1987). Jonassen (1987) berkesimpulan bahwa strategi-strategi kognitif merepresentasikan kegiatan-kegiatan kognitif yang sangat luas yang mendukung pembelajaran seseorang. Dengan demikian, jelas bahwa strategi kognitif sangat penting bagi siapa pun untuk mencapai kompetensi yang baik. (1987).  Strategi kognitif mencerminkan

2. Fungsi Strategi kognitif

Strategi kognitif dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah kaitan antara informasi yang disajikan dengan pengetahuan yang sudah ada melalui suatu pemrosesan informasi secara sadar dan sengaja (generatif) dengan tujuan meningkatkan retensinya. Dalam hal ini, Bruning (1983) dalam Jonassen (1987) berpendapat bahwa strategi kognitif memfasilitasi transfer informasi dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang.

3. Klasifikasi Strategi kognitif

Secara umum strategi kognitif dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu strategi utama dan strategi pendukung (Jonassen, 1987). Strategi utama dipakai langsung pada materi yang pelajari, yaitu merepresentasikan kegiatan-kegiatan pemrosesan informasi. Sementara itu, strategi pendukung digunakan untuk memelihara iklim belajar yang memadai.

Ada dua jenis strategi utama : strategi pemrosesan materi (informasi) dan strategi kognitif aktif. Strategi kognitif aktif meliputi sistem belajar seperti MURDER atau SQ3R. Strategi pemrosesan materi meliputi strategi-strategi kognitif semacam pembuatan catatan, mengggarisbawahi, dan uji preparasi (seperti, bertanya pada diri sendiri tentang hal yang sedang dipelajari). Bila strategi-strategi kognitif aktif mengasumsikan proses kognitif tertentu dari materi, maka strategi pemrosesan informasi mengutamakan kegiatan-kegiatan pemrosesan secara langsung.

Strategi pemrosesan informasi dikelompokkan menjadi empat.  Keempat jenis strategi pemrossan itu adalah recall, integrasi, organisasi, dan elaborasi, yang masing-masing mencakup beberapa strategi spesifik (Jonassen, 1987).

Strategi-strategi recall konsentrasinya pada praktek pengulangan. Strategi integrasi dan organisasi - disebut juga strategi recall and transformation – merupakan strategi-strategi pemrosesan yang memfasilitasi transformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah diingat. Strategi-strategi organisasi membantu dalam menstrukturisasikan dan merestrukturisasi dasar pengetahuan seseorang, yaitu melihat bagaimana ide-ide dihubungkan dengan ide-ide lainnya. Dalam strategi-strategi elaborasi, informasi dielaborasi dengan menambahkan informasi untuk membuat materi lebih menghasilkan citra-citra fisik dan mental.

Selain strategi utama yang beroperasi langsung pada informasi, individu juga selayaknya menggunakan strategi pendukung (Jonassen, 1987). Strategi-strategi pendukung dimaksudkan untuk mendukung pemrosesan informasi dengan membantu individu untuk memelihara orientasi belajar yang baik. Strategi pendukung ini meliputi strategi-strategi sistem belajar, seperti penetapan tujuan, manajemen waktu, manajemen konsentrasi, dan tehnik-tehnik relaktasi, serta strategi-strategi metalearning.

Strategi Metalearning didefinisikan sebagai kesadaran akan pengetahuan dan penggunaan pantauan terhadap sasaran-sasaran kognitif individu, pengalaman dan aksi-aksi, yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan retensi materi pelajaran (Brezin, 1980 dalam Jonassen, 1987). Metalearning merupakan strategi pendukung yang paling penting yang berdasar pada prinsip-prinsip metamemori.

Menurut Strenberg (1983) dalam Jonassen (1987), metalearning adalah mekanisme kontrol eksekutif tingkat tinggi yang memungkinkan individu merespon situasi belajar yang berbeda dengan cara merefleksi dan menginplementasikan strategi-strategi. Kemampuan metalearning ini sangat penting bagi seseorang untuk memantau sejauh mana perkembangan belajarnya.

Dalam kaitannya dengan metalearning, Flavell dan Wellman (1977) dalam Jonassen (1987) menemukan bahwa individu yang lebih pandai, lebih cakap dalam menyeleksi dan menggunakan strategi yang sesuai untuk memonitor proses penyimpanan dan pengambilan informasi mereka. Individu yang baik tetap sadar untuk memonitor pembelajaraannya secara lebih konsisten.

Brezin (1980) dalam Jonassen (1987) mengidentifikasi lima kelompok strategi metalearning (atau bisa disebut sebagai strategi monitoring), yaitu perencanaan, attending, encoding, reviewing dan evaluasi, yang gambarannya adalah sebagai berikut:
  1. Strategi perencanaan meliputi seleksi (identifikasi sasaran belajar), persiapan (mengaktifkan skemata yang relevan), pengukuran (menentukan kesulitan atau kedalaman proses yang diperlukan), dan estimasi (memprediksi kebutuhan proses informasi dari tugas).
  2. Strategi atttending meliputi pendekatan, pencarian (menghubungkan informasi yang disajikan dengan ingatan), pengkontrasan (membandingkan informasi yang disajikan dengan ingatan), dan validasi (konfirmasi informasi yang disajikan dengan pengetahuan yang sudah ada).
  3. Strategi encoding meliputi elaborasi (mencoba mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada) dan menghubungkan secara kualitatif (mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang telah ada secara lebih dalam).
  4. Strategi review meliputi konfirmasi (pengggunaan informasi baru) pengulangan (mempraktekkan recall), dan perbaikan (revise).
  5. Strategi evaluasi mencakup pengujian (menentukan konsistensi materi baru), dan penilaian (penilaian informasi).
Dari uraian tentang taksonomi strategi kognitif tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi strategi-strategi metalearning lebih kepada memonitor proses mengetahui daripada menghasilkan pemahaman. Sementara itu, strategi-strategi pemrosesan informasi lebih kepada menghasilkan pemahaman informasi.

Untuk menjadi individu yang kompeten, setiap orang harus memiliki strategi kognitif yang baik. Pressley, et al. (1983) dalam Pressley (1990) berkeyakinan bahwa kompetensi sering merupakan hasil dari penggunaan strategi yang tepat, dan bukan dikarenakan kemampuan superior pribadi atau kerja keras belaka. 
http://www.tumbuh-kembang-anak.blogspot.com/ Lanjutkan .....

Pertumbuhan tahun pertama pada bayi




Harapan Besar: Tahun Pertama Bayi

Merawat bayi dapat melelahkan, tetapi ada begitu banyak harapan kedepan. Ikuti tur tahun pertama "1st" bersama panduan WebMD untuk yang paling diantisipasi.



 

Senyum

Setelah dua bulan tidak dapat tidur nyenyak, anda sudah melihat banyak air mata bayi anda. Mungkin anda juga telah melihat dia tersenyum, tetapi kemudian lagi, ia telah mempercepat. Sekarang saatnya untuk mendapatkan upah riil. Sekitar usia 2 bulan, bayi anda akan merepon dengan tersenyum kepada anda! Bunyi suara anda atau melihat wajah anda seringkali semua itu diperlukan untuk memicu bayi anda sangat tertarik dan tersenyum.












Tertawa

Jika
tangisan suara bayi membuat anda tidak berdaya, ambil hati. Setelah 4 bulan, anda dapat berharap untuk yang suara, kemungkinan yang termanis yang anda pernah dengar – suara tawa bayi anda. Bagian yang terbaik adalah begitu mudah bayi tertawa. Muka yang lucu, gelitik, dan main cilukba biasanya lebih dari cukup untuk membuatnya tertawa memekik dan terkikih-kikih.



 

Tidur Semalaman

Tidak seperti tonggak bayi lainnya, tidur penuh semalaman menjadi Holy Grail bagi orangtua baru. Sementara itu tidak realistis dan tidak sehat untuk mengharapkan bayi yang baru lahir tidur sepanjang malam, orang tua yakin dapat beristirahat bahwa bantuan akan segera datang. Setelah  4-6 bulan, kebanyakan bayi mampu tidur sepanjang malam.



 

Duduk

Bagaimana dunia tampak berbeda bila anda tidak terjebak di perut! Sekitar 5 atau 6 bulan, kebanyakan bayi bisa duduk dengan tumpuan - baik dengan mengistirahatkan tangan mereka di depan mereka atau menyandarkan ke bantal atau perabot. Biasanya bayi dapat duduk sendiri terus-menerus setelah 7-9 bulan.
Lanjutkan .....

Macam-macam Refleks Bayi, Perkembangan Fisik Bayi

Bagaimana sesungguhnya refleks pada bayi itu? Bayi yang baru lahir bukanlah organisme yang isi kepalanya kosong dan tidak mengerti apapun juga. Disamping hal lainnya, bayi memiliki refleks dasar yang secara genetic merupakan mekanisme pertahanan hidupnya. Misalnya, bayi yang baru lahir tidak takut dengan air ; ia secara alamiah akan menahan nafasnya dan mengkontraksikan kerongkongannya untuk menjaga agar tidak kemasukan air.
Refleks mengatur gerakan gerakan bayi yang baru lahir. Sifat refleks ini adalah otomatis dan diluar kendali bayi yang baru lahir tersebut. Refleks ini merupakan reaksi yang inheren (built in) terhadap rangsangan tertentu dan bayi bayi kecil secara otomatis akan memberikan respons penyesuaian diri terhadap lingkungan mereka, sebelum mereka memiliki kesempatan untuk belajar lebih banyak. 
Berikut adalah beberapa macam refleks pada bayi:
Refleks menghisap (sucking reflex) terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang ditempatkan di mulut mereka. Refleks menghisap memudahkan bayi yang baru lahir untuk memperoleh makanan sebelum mereka mengasosiasikan puting susu dengan makanan.
Menghisap adalah refleks yang sangat penting pada bayi. Refleks ini merupakan rute bayi menuju pengenalan akan makanan. Kemampuan menghisap bayi yang baru lahir berbeda beda. Sebagian bayi yang baru lahir menghisap dengan efisien dan bertenaga untuk memperoleh susu, sementara bayi bayi lain tidak begitu terampil dan kelelahan bahkan sebelum mereka kenyang.
Kebanyakan bayi yang baru lahir memerlukan waktu beberapa minggu untuk mengembangkan suatu gaya menghisap yang dikoordinasikan dengan cara ibu memegang bayi, cara susu keluar dari botol atau payudara, serta dengan kecepatan dan temperamen bayi waktu menghisap. Refleks menghisap adalah suatu contoh refleks yang muncul saat lahir dan kemudian akan menghilang seiring dengan usia bayi.
Refleks mencari (rooting reflex) terjadi ketika pipi bayi diusap (dibelai) atau di sentuh bagian pinggir mulutnya. Sebagai respons, bayi itu memalingkan kepalanya ke arah benda yang menyentuhnya, dalam upaya menemukan sesuatu yang dapat dihisap.
Refleks menghisap dan mencari menghilang setelah bayi berusia sekitar 3 hingga 4 bulan. Refleks digantikan dengan makan secara sukarela. Refleks menghisap dan mencari adalah upaya untuk mempertahankan hidup bagi bayi mamalia atau binatang menyusui yang baru lahir, karena dengan begitu dia dapat menemukan susu ibu untuk memperoleh makanan.
Refleks moro (moro reflex) adalah suatu respon tiba tiba pada bayi yang baru lahir yang terjadi akibat suara atau gerakan yang mengejutkan. Ketika dikagetkan, bayi yang baru lahir itu melengkungkan punggungnya, melemparkan kepalanya kebelakang, dan merentangkan tangan dan kakinya.
Refleks moro adalah peninggalan nenek moyang primate kita dan refleks ini merupakan upaya untuk mempertahankan hidup. Refleks ini merupakan keadaan yang normal bagi semua bayi yang baru lahir, juga cenderung menghilang pada usia 3 hingga 4 bulan. Sentuhan yang lembut pada setiap bagian tubuh bayi akan menenangkan bayi yang sempat terkejut. Memegang lengan bayi yang dilenturkan pada bahu akan menenangkan bayi.
Refleks menggenggam (grasping reflex) tejadi ketika sesuatu menyentuh telapak tangan bayi. Bayi akan merespons dengan cara menggenggamnya kuat kuat. Pada akhir bulan ketika, refleks menggenggam berkurang dan bayi memperlihatkan suatu genggaman yang lebih spontan, yang sering dihasilkan dari rangasangan visual. Misalnya, ketika bayi melihat suatu gerakan yang berputar diatas tempat tidurnya, ia akan meraih dan mencoba menggenggamnya. Ketika perkembangan motoriknya semakin lancar, bayi akan menggenggam benda benda, menggunakannya secara hati hati, dan mengamati benda benda tersebut.
Lanjutkan .....

Pukulan vs Time-out. Manakah yang lebih efektif ?

Akhir-akhir ini berita tentang kekerasan yang dilakukan oleh
orangtua kepada anaknya banyak muncul di media TV maupun
koran di Jepang. Hampir setiap hari, ada saja berita yang
memuat tentang anak yang dibawa ke rumah sakit dengan luka
berat, bahkan sampai meninggal gara-gara 'dihukum' oleh
orangtuanya. Dari bayi yang berusia beberapa bulan sampai
anak SD harus mengalami 'hukuman' dari orangtuanya.

Bayangkan, ada seorang bayi berusia 7 bulan meninggal karena
tidak diberi makan oleh orangtuanya selama beberapa hari.

Uniknya, pada saat ditangkap polisi dan diinterogasi, alasan para
orangtua tersebut semua SAMA, yaitu memberikan hukuman
karena anaknya tidak mau mengikuti apa yang dikatakan orangtua.
Atau menurut mereka, "MENGAJARKAN DISIPLIN kepada anaknya".

Di negara maju seperti Jepang saja (dimana telah diterapkan
Undang-Undang Perlindungan Anak) masih banyak kejadian
penyiksaan terhadap anak. Bagaimana dengan kita di Indonesia ?
atau dengan lingkungan kecil di sekitar kita sendiri ?

Dari hal-hal diatas tersebut, kita semua semakin menyadari bahwa
masih banyak orangtua yang salah dalam menerapkan atau
mengajarkan disiplin kepada anaknya. Sayangnya, para orangtua
tersebut tidak pernah menyadarinya, dan bahkan tidak pernah
berusaha untuk mempelajarinya.

Jika melihat hal ini, saya begitu salut dan hormat kepada anda yang
sangat peduli terhadap perkembangan buah hati anda.

Saya dan anda tentunya sudah menyadari sekali bahwa betapa
sulitnya menjadi orangtua yang baik itu. Hal yang paling sulit adalah
bagaimana kita sebagai orangtua bisa mengendalikan emosi kita
dalam mengasuh anak. Mungkin secara teori kita sudah banyak
belajar melalui buku-buku ataupun seminar tentang perkembangan
anak, tetapi begitu menghadapi anak kita yang 'nakal', hilanglah
semua teori itu dari kepala kita.

Apakah anda pernah mengalaminya ? Saya masih mengalaminya,
apalagi dengan semakin meningkatnya usia anak.

Ketidakmampuan kita mengendalikan emosi ini akhirnya muncul dalam
bentuk pukulan atau tindakan fisik terhadap anak kita. 

Semua buku/informasi tentang cara mengajar disiplin kepada anak selalu
menekankan untuk tidak boleh memukul atau memberikan hukuman
fisik dalam melakukannya.

Memang, mudah dikatakan, tapi cukup sulit untuk diterapkan.
Jika anda sudah membaca eBook kami "3 Tahun Pertama yang
Menentukan", tentunya tahu bagaimana pengalaman saya terhadap
anak saya dalam hal hukuman fisik ini. Hukuman fisik justru bisa
menjadi 'permainan menarik' bagi anak, dan tidak mampu
mendisiplinkan anak.

Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa anak balita masih belum
bisa memahami hubungan antara tindakannya yang
'nakal' (menurut orangtua) dengan pukulan yang diterimanya.
Anak HANYA merasakan sakit karena dipukul tanpa tahu kenapa
kok dipukul. Kalaupun si anak tidak lagi melakukan tindakan
'nakal'-nya itu, hal ini bukan karena dia menyadari kenakalannya,
tetapi lebih pada rasa takut akan dipukul lagi. Artinya, pukulan
tersebut sama sekali tidak bisa mendisiplinkan anak atas
kesadarannya sendiri !

Jadi, JANGAN PERNAH MEMUKUL !!!

Memukul tidak ada gunanya sama sekali bagi anak, KECUALI hanya
memuaskan emosi orangtua. Anda setuju ?

Dalam menghadapi sikap anak yang 'nakal' dan tidak disiplin atau
melanggar peraturan keluarga, para ahli perkembangan anak menyarankan
untuk memberikan TIME-OUT kepada anak. Time-out disini sebenarnya
kata halus untuk sebuah hukuman tetapi BUKAN hukuman fisik.

Time-out ini biasanya dalam bentuk menyuruh anak untuk duduk di sebuah
kursi atau masuk ruangan tertentu dalam waktu tertentu. Panjang
waktu yang paling efektif adalah disesuaikan dengan usia anak.
Misalnya, waktu time-out untuk anak usia 2 tahun adalah 2 menit,
untuk anak usia 3 tahun adalah 3 menit.

Jangan terlalu lama !

Time-out ini sangat efektif untuk menghukum anak yang suka memukul,
merusak barang atau berkelakuan di luar batas sopan santun yang
telah ditentukan oleh orangtua. 

Setelah waktu time-out selesai, orangtua harus menjelaskan kenapa dia 
dikenai time-out, dan kemudian menasehati tentang perbuatan yang 
seharusnya dilakukan oleh anak.

Menasehati pada saat anak sudah tenang ini akan memberikan hasil
yang sangat efektif, dibandingkan dengan nasehat pada saat setelah
anak dipukul, apalagi pada saat anak menangis. Jadi, untuk
menasehati anak yang efektif itu memang perlu waktu yang tepat,
yaitu pada saat emosi anak sedang tenang. Menasehati (memarahi?)
anak sambil berteriak, ditambah lagi pada saat emosi anak tinggi
(mis. sedang menangis), sama sekali TIDAK akan membuahkan hasil
apapun !

Kembali lagi ke masalah time-out, yang perlu diingat adalah bahwa
time-out menjadi tidak efektif bila dilakukan terlalu sering atau
untuk kelakuan anak seperti misalnya hanya karena anak tidak mau
membereskan mainannya, dan sejenisnya. 

Untuk mengajarkan disiplin tentang kelakuan anak seperti hal diatas, 
atau mencegah ledakan kemarahan (temper tantrum) dan sejenisnya, 
pemberian 'signal awal' kepada anak merupakan cara yang paling 
efektif dari berbagai cara yang ada. 

Hal inilah yang selalu kami terapkan kepada anak kami.
( Untuk detail masalah 'signal awal' dan permasalahan disiplin ini dapat
anda baca lebih lanjut di eBook 3 Tahun Pertama yang Menentukan. )

Untuk orangtua yang terlanjur mempunyai kebiasaan memukul, cara
yang cukup efektif untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini adalah
dengan sesering mungkin membaca tulisan tentang tidak baiknya
memukul anak itu. Saya sendiri seminggu sekali selalu membaca artikel
yang sama tentang hal ini tanpa bosan-bosannya. Untuk yang tidak
punya artikel khusus, mungkin artikel ini bisa dimanfaatkan :)

Dengan membaca artikel seperti itu, kita akan diingatkan terus akan
keburukan memberikan hukuman fisik. Letakkan saja buku/artikel
tentang hal ini di atas meja kerja anda, dan pada saat waklu luang,
lihat-lihat sebentar sambil refreshing :) Mudah 'kan ?

Terakhir kali,
Mari kita galakkan upaya untuk selalu menghindari kekerasan di dalam
rumah tangga, demi masa depan buah hati kita tercinta dan masa
depan bangsa Indonesia !

Sebuah penelitian di Jepang menunjukkan bahwa remaja yang nakal
dan sering mengganggu orang lain ternyata sebagian besar mempunyai
latar belakang dimana pada masa kecilnya mereka sering mendapatkan
hukuman fisik dari orangtuanya.

sumber : www.balitacerdas.com/perilaku/timeout.html
Lanjutkan .....

Membesarkan Anak Yang Kreatif

Ibu dan ayah yang ingin membesarkan 'Michel Angelo' baru
mungkin perlu sedikit menahan diri. Riset baru mengatakan
bahwa anak-anak yang orang tuanya benar-benar
'membiarkan mereka' akan menjadi lebih kreatif dibandingkan
anak-anak yang orang tuanya lebih banyak terlibat dalam
proses kreativitas mereka. Hasil temuan tersebut dipresentasikan
oleh Dr. Dale Grubb dari Baldwin-Wallace College di
Berea, Ohio, dalam pertemuan tahunan American Psychological Society.

Para orang tua yang suka mengajari berbagai hal kepada
anak-anak mereka, cenderung mempunyai anak-anak yang
kurang kreatif, demikian ia menjelaskan. Dan yang perlu
digarisbawahi ialah kadang mereka terlalu berlebihan mencoba
untuk terlibat dalam proses kreativitas si anak.

Biarkan kreativitas mereka berkembang

Grubb menjelaskan bahwa dalam satu tes mereka memberikan
beberapa pertanyaan sederhana, seperti
"bagaimana anda dapat menggunakan sepotong kertas?".
Semakin banyak ataupun semakin 'asing' jawaban yang
diberikan, maka mereka dianggap semakin kreatif.

Tidak mengherankan, orang tua yang lebih kreatif tampaknya
mempunyai anak-anak yang lebih kreatif. Namun Grubb
mengatakan bahwa mereka masih tidak jelas apakah hal ini
terjadi karena faktor genetik atau cara mereka mendidik.
Dengan memusatkan perhatian pada cara orang tua mendidik,
para peneliti merekam interaksi antara orang tua dan anak mereka
saat sedang bermain. Mereka membuat asumsi bahwa orangtua
dengan cara mendidik yang paling mendukung dan 'memungkinkan',
akan mempunyai anak-anak yang paling kreatif. " 'Memungkinkan'
berarti bersikap sangat fokus pada anak, bertanya kepada si anak
tentang apa yang ingin ia lakukan, mengapa begini atau begitu
serta hal-hal lain yang seperti itu," Grubb menjelaskan.

Tetapi asumsi yang mereka buat ternyata keliru. Gaya mendidik
yang 'memungkinkan' bukan hanya tidak ada kaitannya dengan
tingkat kreativitas tertentu dari anak, akan tetapi justru - meskipun
tidak besar - cenderung menyebabkan berkurangnya kreativitas.
"Malah gaya 'memungkinkan' ini dapat dengan mudah berkembang
menjadi apa yang disebut sebagai sikap 'memaksa', yang
membuat orang tua sering berkata: "Jangan begitu, lakukan
seperti ini", dan tidak memberikan banyak pilihan kepada
anaknya," kata Grubb.

Pesan yang dapat diambil, menurut Grubb, adalah bahwa kalau
orangtua menghargai kreativitas si anak dan memberikan dukungan
tanpa terlalu mengarahkan dan kalau mereka sendiri memang
kreatif, maka mereka mungkin akan mempunyai anak-anak yang
lebih kreatif.

Bagaimana hal ini dapat diterapkan ke dalam ruang bermain anak ?

Pertama-tama, hindari alat-alat permainan yang memaksakan konsep
struktur atau membatasi kreativitas si anak. Berikan kepada mereka
kertas putih polos, bukan buku mewarnai (dengan gambar-gambar
yang telah ditetapkan sebelumnya) dan biarkan mereka menemukan
sendiri kemana mereka ingin pergi.

Pilih alat-alat permainan yang bentuknya lebih mudah diubah-ubah
(seperti lilin mainan), ketimbang balok-balok yang saling disambung
dan hanya dapat membentuk bangunan persegi yang terbatas.
Namun yang paling penting, selalu berikan pujian atas usaha yang
telah mereka lakukan. Mereka mungkin saja menggambar sesuatu
yang konyol atau tidak masuk akal, namun tetap berikan pujian
karena mereka telah mencoba membuat sesuatu yang baru,
demikian saran Grubb. (sumber: satumed.com)
Lanjutkan .....